Senin, 06 Juni 2011

Harapan dan Syukur

Diposting oleh Felix Stefany Sisvinda di 19.27

Mengharapkan sesuatu yang mustahil sama dengan mengharapkan manusia yang telah mati itu hidup kembali. Masihkah ada harapan? Walaupun nyawa Cuma tinggal udara yang kita hirup atau tanah yang kita injak. Tiada artinya memang jika hidup tanpa harapan. Tapi semut saja masih terus berusaha hidup walaupun hanya dengan 1 hembusan nafas manusia dia bisa mati. Bagaimana dengan aku.. “I’m not made of jell-o..” (*Bee Movie*) ya kita emang nggak terbuat dari jelly, yang bisanya Cuma diem ..kita itu nyawa..sekalipun tak ada yang memandang,, tidakkah kita ingin memandang diri kita sendiri di depan kaca..mengucapkan betapa cantiknya, tampannya, bahkan sempurnanya ciptaan Tuhan yang satu ini dibandingkan ciptaan Tuhan lainnya. Kalau aku, kebiasaanku selalu bertanya kenapa dia, dia, dan dia tak memperdulikanku.. semuanya telah kulakukan.. dan yang terakhir “Orang pertama yang paling memerdulikan aku hanya Tuhan dan diriku sendiri..lainnya..??” bagaimana dengan keluarga..dan ternyata hanya satu kunci akhir yang belum dipahami makhluk yang memiliki akal budi ini, “Syukur”
Betapa sulitnya menjadi manusia, hidung masih dibebani bagi yang memakai kacamata, tubuh masih ditopang tongkat yang sakit bagi yang cacat, dan mulut masih memakan radiasi bagi orang era baru kini. Sialnya lagi masih harus bersyukur. Apa sebenarnya bersyukur itu? Apakah dia makanan yang bisa membuat mataku terlepas dari kacamata, atau membuat yang cacat bisa berjalan, membuat yang bisu dapat berbicara??
Bersyukur itu seperti saat kita melihat kota malang dari atas gedung tinggi. Semuanya terlihat. Dan betapa kecilnya kita? Kalau gedung ini runtuh, bukankah hanya kurang dari sedetik kita sudah mati? Namun semuanya tidak seperti apa yang kukatakan , semuanya selalu tampak baik. Meskipun saat kita di atas gedung semuanya terlihat kejam.  “Apa yang kau lihat?” Tanya Bapa. “Kendaraan..” “Bukan, satu hal  yang paling menyiksamu..” “Penderitaan..” “Tolong sebutkan ankku..kaena aku tak dapat melihatnya..kau lupa jika aku buta??” ya ampun, bahkan aku terlalu sibuk dengan kesedihanku sampai melupakan Bapaku yang buta. Dimana lebih menderita disbanding aku yang masih bisa menatap kebahagiaan dan penderitaan di atas gedung ini. “Bapa di sana ada orang buta seperti Bapa, lalu ada yang tuli, bisu, miskin, sekarat, lumpuh, dan …” “Kenapa anakku?” “Ada satu anak duduk sendirian di tengah jalan mengulurkan tangannya, aku rasa dia membutuhkan uang.” “Iya anakku aku bisa melihat…yang dia butuhkan hanya harapan..” “Bapa?! Bapa bisa melihat..?? “ Bapa terdiam. “Lalu bagaimana harapan itu muncul?” “Bersyukur..” Jika makhluk paling indah sedunia ini selalu mngemis harapan. Betapa malunya aku jika seekor semut mngetahui ini. Ternyata “Syukur” itu bukan hanya seperti saat kita berada di gedung tinggi melihakotamalang. Namun memahami arti itu sebenarnya, melihat sesuatu diluar yang lebih menyakitkan ibanding kita. Dan semuanya terlihat begitu jelas saat aku duduk bersama Bapa di atas gedung tanpa atap itu. Aku malu juga ternyata harapan itu ada karena rasa syukur. Padahal rasa syukur adalah rasa yang paling aku benci…aku ingin agar selalu lebih setiap waktu berjalan..inikah jawaban atas kemurunganku? Inikah jawaban atas ketidakberdayaanku? “We are not made of jell-o..we are bee, we are worker..worker together..that’s our life!” (*BEE MOVIE

0 komentar:

Posting Komentar

 

Lixx.. Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei