Liburan kali ini sangat menyenangkan. Hampir sekitar 2 bulan setelah kelulusan SMP saya libur. Di bulan Mei, kegiatan saya hanya di rumah walaupun terkadang jalan-jalan bersama teman se-geng. namun, di bulan Juni akhir ini, saya mengunjungi nenek saya yang berada di Tulungagung. Semua pengalaman dimulai dari sana.
Entah mengapa saat saya berada di sana, mudah sekali rasanya untuk bangun pagi. Karena hal ini mungkin disebabkan rumah nenek saya yang berdampingan dengan rumah tante. Jadi semua kegiatan keluarga tante terdengr dengan cukup baik. Biasanya setip pagi salah satu tante saya juga mnyetel radio rohani setiap pagi yang sangat keras. Karena gangguan kedua hal ini, saya jadi anak rajin di sana walaupun bangun jam 7 pagi.
Akhir-akhir ini salah satu tante saya sudah tidak melakukan kebiasan lamanya menyetel radio. Namun tetap saja terasa lebih waspada untuk bangun pagi di sana.
Setiap pagi, tante saya selalu menyibukan dirinya untuk menyiapkan makanan dan mencuci baju para penghuni rumah. hal ini dikarenakan kami tinggal di desa dan belum mau memiliki mesin cuci. Suara kucekan itu tak pernah lepas dari telinga, apalagi suara air mengalir bekas cucian. Hari pertama di sana, baju saya masih dicucikan oleh tante. Di hari selanjutnya saya mulai sadar, kalau harus mandiri. Dengan maksud tidak menyusahkan orang lain selama bisa bekerja. Maka dari itu, di hari kedua walaupun saya bangun kesiangan. Saya langsung mandi, dan melihat tante tidak lagi menyucikan baju saya. Rasa sungkan pun mulai menyelimuti, saya beranikan untuk menyuci baju sendiri. Sialnya di hari ketiga dan selanjutnya, rasa malas merasuki kembali. Hingga harisaya akan pulang, baju yang baru saja saya cuci kemarin sore masih basah dan bau. Aduh, kena batunya juga..!!
Hal lain yang juga membuat telinga saya terngiang-ngiang adalah salah satu cerita dari anggota keluarga saya yang lain. Sebelum itu, dia mengajak saya jalan-jalan ke puncak dan melihat waduk. Di sana pemandangannya sangat indah, hawanya pun sejuk. Lalu mulailah dia bercerita. Dulu dia bekerja menjadi perawat orang sakit dan hewan di luar negeri. Gajinya besar, dan fasilitas lengkap. dari pekerjaannya itu, ia bisa membeli apa pun yang diinginkan. Karena mungkin dirasa modalnya untuk berwirausaha sendiri sudah cukup, kembalilah dia ke Indonesia. Namun, di bagian cerita ini, terpampang raut muka yang menyedihkan. Ternyata dia lebih merasa nyaman saat berada di luar negeri. Katanya semua orang di sana cuek padanya. Saya jadi bingung mendengarnya, bukankah lebih enak berada di tanah air? dekat dengan orang-orang yang bakalan nggak pernah berhenti mencintai kita? "keluarga"
Sejenak, saya ingat umrnya sudah mencapai 30 ke atas dan belum kunjung menikah. Ahh, kenapa tidak dari tadi saya pikirkan. Karir dan cinta yang selalu berlomba. Hem, saya bingung harus berpendapat apa? karena saat ini saya masih menjadi murid. Saya hanya diam, dan berkata dalam hati "Mungkin ini yang dinamakan pilihan hidup." Ya, sebenarnya semua tindakan yang kita ambil itu ada sifat positif dan negatifnya. Pilihan hidup yang tergantung kita bukannya nasib. Apa mungkin suatu hari nanti saya menjadi seperti dia? sibuk berkarir, hingga melupakan jodoh? tidak akan ada yang pernah tahu. Selama itu sesuai dengan jalan Tuhan dan menyenangkan banyak orang. Saya kira tidak apa-apa. Sekarang semua keputusan ada di tangan anda. Jangan lupa hal positif dan negatif juga dipikirkan ya? :)